Thursday, February 13, 2014

Ketika iri menghampiriku


Sore itu, aku kembali menemanimu, lebih tepatnya kita saling menemani satu sama lain. Ya.. aku mulai khawatir dengan kondisimu. Ingin selalu berada disampingmu, meskipun aku tak tau apa yang akan aku lakukan saat berada disampingmu.

Kau memintaku untuk menginap ditempatmu malam itu. Dan tanpa pikir panjang, kusanggupi. Ya, aku ingin menemani, aku mulai khawatir dengan keadaanmu, meskipun kau tak pernah mau bercerita jika tidak kupancing dengan ceritaku, kumaklumi hal itu.


Saat berada di tempatku, kau meminta waktu menelepon seorang ibu, ibunya, ibu kekasihmu. Memberikanmu waktu untuk berbincang, aku berusaha menyibukkan diriku dengan aktifitas yang aku lakukan. Bohong jika aku tidak mendengarkan perbincanganmu dengan beliau. Jarak kita hanya beberapa meter. Sungguh saat kudengar perbincanganmu dengan ibunya, rasa iri mengisi hatiku. Aku iri padamu sahabatku. Aku iri melihatmu berbincang dengan ibunya. Itu yang dulu selalu aku inginkan darinya. Aku selalu ingin bisa berinteraksi dengan ibunya, bercerita dengan ibunya layaknya bercerita dengan ibuku. Tapi aku tak pernah punya kesempatan itu. Aku selalu diminta untuk menghormati, dan ya aku selalu menghormati ibunya tanpa terkecuali. Aku menghormati ibunya seperti aku menghormati ayahku. Tapi aku tak pernah bisa untuk bercerita dengan lepasnya. Jangankan bercerita, untuk ngobrolpun aku canggung, aku selalu diliputi rasa takut aku menggunakan kalimat/bahasa yang salah. Tidak bisa seperti yang selalu kamu ceritakan padaku sahabatku..
Kamu bisa berkunjung ke keluarganya tanpa ada dia, kamu bisa berinteraksi dengan keluarganya. Aku teramat sangat iri. Itu yang dulu aku minta dari dia. Untuk main ke rumahnya, berinteraksi dengan seluruh keluarganya. Tapi, aku tak pernah mendapatkan hal itu. Tiap aku berkunjung kerumahnya, rasa canggung selalu terasa. Ingin mencoba berbaur, tapi seakan ada tembok besar yang kurasakan dari keluarganya kecuali adiknya yang nomor 3, yang bisa membuatku berbaur dengannya. Tiap aku berkunjung, hanya jadi tempat antara aku dan dia pada akhirnya.

Aku hanya bisa tersenyum melihatmu sahabatku. Sungguh kamu beruntung. Sahabatku, sabarlah menunggu dia.. Meskipun aku tak pernah tau apakah dia yang terbaik untukmu. Aku hanya bisa mendoakanmu mendapatkan yang terbaik. Jika bersamanya adalah yang terbaik, aku tau kamu sudah jauh lebih kuat. Aku belajar banyak darimu sahabatku. Terima kasih selalu menemani hari-hari terakhir ini..

0 komentar:

Post a Comment